Rindu kita pertama kali mungkin adalah hal yang paling tidak kita
sadari. Betapa perasaan kita satu sama lain berbaur dengan sekat tipis
bernama pesan-pesan singkat yang lalu lalang setiap hari. Mungkin kita
terlalu bisu pada tatap mata yang tak pernah bertemu. Mungkin kita masih
memungkiri hati dan mengharapkan bukan ini yang terjadi. juli...
Waktu terbuang kita adalah kata-kata yang lebur pada udara dan lenyap di senyap hari yang berganti. Menunggu, menunggu pemiliknya menyadari ada sesuatu, ada rindu. Februari.....
Bukan jawaban yang kita inginkan sebenarnya. Bukan itu. Hanya saja kita berdua sudah tidak bisa lagi membohongi diri kita sendiri. Ada rasa yang diam-diam sudah menempati hati kita masing-masing, mungkin, kita sedang saling ingin melupakan diam-diam. Agustus...
Sapamu pada setiap pagi serupa biru pada langit dan temaram pada saat gemintang. Rasa ini terlalu sederhana sebenarnya untuk kita ceritakan pada dunia. Tapi sudahlah, itu tak penting. Adamu, itu yang utama. Maret....
Selanjutnya aku adalah manusia yang menanti-nanti hari saat jarak kita menjadi tiada. Absurd rasanya merasakan rindu tanpa bisa kau katakan. Sungguh kekanak-kanakan. Selanjutnya aku belajar bahwa ternyata rindu tak perlu selalu terkata. Kamu sudah tahu, aku merindukanmu. Cukup.
Kita adalah pejalan waktu yang tiada ingin berlama-lama memunggungi waktu. Kita berdua berusaha mengenggam apa yang menjadi mimpi dan harapan-harapan kita. Tersenyum pada doa, yang kuat-kuat kita hujamkan.
Pertengkaran pertama kita. Mungkin, sangat mungkin aku menyakitimu. Kamu berjalan berbalik arah tanpa berbicara sedikit pun. Itu sudah cukup membuatku ingin berteriak, "jangan pergi, tetap di sini!". Namun aku kelu. Perempuan sungguh selalu begitu. Dan pasti kamu berpikir, aku perlu waktu sendiri, kamu salah.
Senja berwarna namun bagiku semua hitam. Hanya ada hitam pada langit yang memerah perlahan. Aku enggan. Tak ada kabarmu, hidupku sakit.
Ketika dunia sedang tak memihak, apakah kamu merasakan kerinduan yang sama? Keheningan sesungguhnya sangat menyakitkan.
Terima kasih kenangan, pada setiap sisimu ada matanya yang tak lelah menatapku. Pagi hari seolah ruang, di mana aku bisa menemukan sosokmu pada setiap sudut rumahku. Pada setiap sudut kelopakku. Kita tak bisa saling menjauhkan hati kita. Kita adalah bahagia untuk satu sama lain, jadi tak ada alasan kita saling menyakiti.
(By : Winnie Adawiyah)
Waktu terbuang kita adalah kata-kata yang lebur pada udara dan lenyap di senyap hari yang berganti. Menunggu, menunggu pemiliknya menyadari ada sesuatu, ada rindu. Februari.....
Bukan jawaban yang kita inginkan sebenarnya. Bukan itu. Hanya saja kita berdua sudah tidak bisa lagi membohongi diri kita sendiri. Ada rasa yang diam-diam sudah menempati hati kita masing-masing, mungkin, kita sedang saling ingin melupakan diam-diam. Agustus...
Sapamu pada setiap pagi serupa biru pada langit dan temaram pada saat gemintang. Rasa ini terlalu sederhana sebenarnya untuk kita ceritakan pada dunia. Tapi sudahlah, itu tak penting. Adamu, itu yang utama. Maret....
Selanjutnya aku adalah manusia yang menanti-nanti hari saat jarak kita menjadi tiada. Absurd rasanya merasakan rindu tanpa bisa kau katakan. Sungguh kekanak-kanakan. Selanjutnya aku belajar bahwa ternyata rindu tak perlu selalu terkata. Kamu sudah tahu, aku merindukanmu. Cukup.
Kita adalah pejalan waktu yang tiada ingin berlama-lama memunggungi waktu. Kita berdua berusaha mengenggam apa yang menjadi mimpi dan harapan-harapan kita. Tersenyum pada doa, yang kuat-kuat kita hujamkan.
Pertengkaran pertama kita. Mungkin, sangat mungkin aku menyakitimu. Kamu berjalan berbalik arah tanpa berbicara sedikit pun. Itu sudah cukup membuatku ingin berteriak, "jangan pergi, tetap di sini!". Namun aku kelu. Perempuan sungguh selalu begitu. Dan pasti kamu berpikir, aku perlu waktu sendiri, kamu salah.
Senja berwarna namun bagiku semua hitam. Hanya ada hitam pada langit yang memerah perlahan. Aku enggan. Tak ada kabarmu, hidupku sakit.
Ketika dunia sedang tak memihak, apakah kamu merasakan kerinduan yang sama? Keheningan sesungguhnya sangat menyakitkan.
Terima kasih kenangan, pada setiap sisimu ada matanya yang tak lelah menatapku. Pagi hari seolah ruang, di mana aku bisa menemukan sosokmu pada setiap sudut rumahku. Pada setiap sudut kelopakku. Kita tak bisa saling menjauhkan hati kita. Kita adalah bahagia untuk satu sama lain, jadi tak ada alasan kita saling menyakiti.
(By : Winnie Adawiyah)